Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

| Home | Adenium | Aglaonema | Anthurium | Begonia | Drosera | Kantung Semar |



Tetap Laris Meski Sedang Krisis

SIAPA tak kenal aglaonema? Tanaman hias daun yang dalam bahasa Latin berarti benang bersinar itu, memang telah lama jadi perbincangan. Terlebih ketika Greg Hambali menciptakan hibrida berurat daun merah-kuning yang dinamakan "pride of sumatera" pada 1985. Ketika itu, harga aglaonema pride of sumatera mencapai Rp 300 ribu per daun! Berbeda dengan tanaman hias daun pada umumnya yang berwarna hijau, aglaonema justru diincar karena warnanya yang bervariasi. Selain merah, atau putih, juga kuning dan oranye. Variasi warna itu bukan hanya pada daging daun, namun kadang di urat daun, atau tepi daun. Selain itu, konon masyarakat memercayai tanaman ini sebagai pembawa keberuntungan. Di Indonesia, ta-naman ini dikenal juga dengan nama sri rejeki. Di Malaysia, namanya good luck. Sedang di Filipina, disebut le suerte. Ketiganya, sama sama berarti keber- untungan. Keunikan demi keunikan itu, pernah mengantar pride of sumatera menjadi juara kedua dalam kontes Tanaman Hias Internasional di Belanda. Penggemar tanaman hias, kolektor, dan penangkar tanaman hias Indonesia, tak segan merogoh kantong dalam-dalam demi mendapatkan aglaonema. Pada 2000, misalnya, satu pot aglaonema jenis tertentu berisi empat lembar daun bisa mencapai Rp 12 juta. Puncaknya, pada 2003, harga aglaonema melonjak menjadi puluhan juta bahkan ratusan juta per pot. Namun pada 2004, harga aglaonema turun tajam, hingga dapat diperoleh dengan harga Rp 15 ribu, bahkan Rp 10 ribu per daun. Merah Memikat Meski begitu, hibrida-hibrida lain terutama yang berwarna dominan merah tetap bernilai puluhan juta rupiah. Varietas tiara, juga hasil silangan Greg Hambali, yang berurat daun merah jambu, dan pernah melangit harganya hingga Rp 30 juta - Rp 35 juta, kini dijual Rp 1 juta per daun. Di Toko Bunga dan Perawatan Adelia Alam Sutera Serpong misalnya, mematok harga aglaonema adelia Rp 200 ribu per daun. Aglaonema lain yang juga diminati penggemar tanaman hias adalah donna carmen, lady valentine, queen atau king of siam, dan pride of sumatera. Perawat tanaman Dodon Hermanto mengatakan, pembeli aglaonema adelia hanya orang tertentu, dan bukan yang dominan. "Mahal sih," ia menjelaskan. Biasanya, pengunjung tokonya membeli pride of sumatera yang harganya Rp 20 ribu per daun, atau tanaman lain seperti anggrek dendrobium, kaktus, atau tanaman pengusir nyamuk zodia. Sementara toko Prima Flora Alam Sutera Serpong menjual beberapa varietas aglaonema dengan harga ber- kisar dari Rp 25-125 ribu per daun. Selain keunikannya, harga aglaonema yang menjulang tinggi disebabkan perkembangannya tidak secepat tanaman hias lain seperti adenium dan euphorbia. Dua tanaman hias itu juga sedang jadi tren saat ini. Bagi kolektor aglaonema sekaligus Pemilik Wijaya Orchid Sentul, Gunawan Wijaya, selain warna merah yang memikat, ia tertarik mengoleksi tanaman itu karena berprospek bagus dari segi bisnis. Hermanto, kolektor aglaonema dan pemilik Prima Flora Alam Sutera Serpong, mengaku terhibur dengan kehadiran aglaonema. "Tanaman ini untuk menghibur, membuat senang hati, enjoy banget kalau kita setiap hari bisa menikmati tanaman yang kita suka," ia beralasan. Keunikan aglaonema menurutnya terletak pada warna daunnya. "Sekarang warna merah yang jadi tren, karena kalau hijau kan umum. Selain itu yang merah juga tahan penyakit," ia menambahkan. Daya pikat aglaonema juga terletak pada perawatannya yang sederhana.
Banjir dari Thailand
Belakangan, pasar aglaonema di Tanah Air kebanjiran aglaonema yang dipasok dari Thailand. Kepala Seksi Sarana Usaha dan Pemasaran Dinas Pertanian DKI Jakarta M Muljadi berpendapat kenyataan itu dikarenakan jenis-jenis tanaman yang diimpor susah dibudidayakan di sini, membutuhkan waktu lebih lama, serta membutuhkan teknik khusus untuk pengembangannya. "Jenis-jenis yang ada di Indonesia masih kurang. Sulit juga untuk perbanyakannya, mengingat laboratorium hortikultura kita hanya dua, di Ragunan dan Lebak Bulus. Penelitian kita masih kurang. Selama ini pusat perhatian kita lebih ke pangan," ia menjelaskan. Ia menambahkan, sebenarnya perusahaan besar di Tanah Air yang mempunyai laboratorium fisiokultur sudah banyak membantu untuk pengkloningan. Tetapi, bila melihat jumlah pangsa pasar yang besar, hasil produksi laboratorium itu tetaplah belum cukup. Bagi Gunawan, hibrida lokal dan luar negeri mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. "Warna aglaonema hasil silangan Greg itu bagus, punya gaya sendiri. Pokoknya saya mengacungkan jempol untuk Greg. Namun saya, sebagai pengusaha, melihat kalau bibit dari Bangkok itu ready stock. Sementara kalau dari Greg itu waiting list. Selain itu pertumbuhannya juga lebih lambat, peranakannya juga," Gunawan, yang pernah mengeluarkan Rp 10 juta untuk membeli aglaonema itu, menjelaskan. Hermanto berpendapat senada. Kabarnya, proses kultur jaringan yang merupakan salah satu teknik perkembangbiakan, bisa memakan waktu tiga tahun. Di samping itu, dananya pun tak kalah besar. Sementara itu, pemerhati tanaman hias Agus Andoko menyebutkan, perkembangan aglaonema yang begitu pesat di Thailand disebabkan masyarakat Negeri Gajah Putih itu sangat besar apresiasinya akan tanaman hias. Ia juga menyarankan agar Indonesia mau mengembangkan hortikultura sebagai salah satu cara untuk bangkit dari kondisi prihatin. Saran serupa juga dilontarkan Hermanto. Pria yang gemar berkebun sejak 10 tahun lalu itu berpendapat, di tengah kondisi carut-marut seperti sekarang, ada baiknya masyarakat mulai memanfaatkan lahan. "Lahan kita luas sekali. Di daerah pinggiran itu banyak lahan yang ditelantarkan. Coba kalau lahan kecil saja kita manfaatkan, makmur kita," ujarnya. Sepertinya baru kemarin himbauan untuk berhemat berkumandang. Namun meski krisis melanda negeri, toh aglaonema tak pernah sepi pembeli. Bagi Muljadi, pembeli tanaman hias jutaan rupiah itu sah-sah saja. "Mereka tidak salah. Lagi pula tidak semua semahal itu. Kalau misalnya kebutuhan sudah tercukupi, dan memang koleksi, dan bisa membeli," ujarnya. Andoko pun menyatakan keheranannya aglaonema masih tetap dicari meski dalam situasi krisis. "Kalau saat krisis ini perkembangan usaha tanaman hias kita bagus, berarti ada prospek," ujarnya. Gloria Christina
                    			Next   				Back